Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan Tentara Nasional Indonesia]
Para pembaca yang terhormat,
Jika kita mempelajari sejarah bangsa-bangsa, kita dapat belajar bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi tanpa didorong oleh perjuangan yang gigih. Seringkali, perjuangan ini mengambil bentuk konflik militer.
Demikian pula, Indonesia hanya bisa meraih kemerdekaannya karena adanya perjuangan gigih yang melibatkan para leluhur Indonesia – perjuangan militer besar generasi ’45.
Sebuah perjuangan militer tidak dapat berhasil tanpa adanya pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan teladan dan prinsip-prinsip militer yang telah diuji oleh waktu. Pemimpin yang memberi contoh, pemimpin yang memimpin dari garis depan.
Saya melihat sikap-sikap tersebut ditunjukkan oleh para pemimpin saya, para mentori saya sepanjang karier saya di TNI. Beberapa dari mereka adalah bagian dari generasi ’45 yang membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda.
Saya merujuk pada sikap-sikap pemimpin seperti Kolonel TNI (Purn.) Azwar Syam, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Himawan Soetanto, Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mung Parahadimulyo, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yogie Suardi Memet, Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yunus Yosfiah, Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayor Jenderal TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr Aloysius Benedictus Mboi, Raden Panji Muhammad Nur dan banyak lagi yang saya anggap sebagai mentori saya.
Saya juga merujuk pada sikap-sikap para pelatih-perwira saya yang sudah pensiun. Mereka telah membentuk dan membantu saya, termasuk Kapten Haruman dan Warrant Officer Bayani.
Tanpa teladan ini, saya tidak akan berhasil dalam memimpin operasi militer saat saya masih seorang perwira TNI. Saya tidak akan berhasil seperti sekarang setelah pensiun dari Angkatan Darat.
Selain belajar pelajaran dan keterampilan penting dari para pemimpin dan pelatih saya, selama saya di TNI, saya juga meluangkan waktu untuk membaca kisah kepemimpinan pejuang kemerdekaan kita dan pemimpin dunia lainnya.
Kita bisa belajar banyak tentang kepemimpinan dari Gadjah Mada, Raden Wijaya, Malahayati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Gubernur Suryo, Jenderal Sudirman, Robert Wolter Mongisidi dan banyak tokoh nasional lainnya yang berjuang gigih untuk bangsa Indonesia.
Tidak hanya itu, ada banyak yang bisa kita pelajari dari keteguhan hati Aleksander Agung, Julius Caesar, Duke of Wellington, Mustafa Kemal Atatürk, Deng Xiaoping, Emiliano Zapata dan tokoh militer dunia lainnya yang berhasil memimpin pasukan dan negara mereka melalui pertempuran-pertempuran besar.
Selama bertahun-tahun, saya telah membagikan kisah sikap para pemimpin militer sukses: senior-senior saya, instruktur saya, dan tokoh-tokoh nasional dan dunia dalam kuliah saya di Padepokan Garudayaksa, sebuah pusat pembelajaran yang saya bangun di Hambalang, dan baru-baru ini dalam kursus saya di Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN).
Namun, saya tahu bahwa hanya dengan memberikan kuliah tentang sikap para pemimpin militer sukses tidak cukup untuk membangkitkan kesadaran di kalangan generasi baru kepemimpinan TNI dan kepemimpinan nasional.
Oleh karena itu, dengan menulis buku ini, saya ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan saya dengan khalayak yang lebih luas. Saya berharap semakin banyak orang yang akan mendapat manfaat dari apa yang saya pelajari dari sosok-sosok seperti Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayor Jenderal TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono dan individu teladan lainnya yang bukan hanya pemimpin TNI yang hebat tetapi juga negarawan yang patut diapresiasi.
Selain belajar dari senior-senior saya, saya juga belajar banyak dari teman sejawat dan junior-junior saya. Di antara mereka adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Glenny Kairupan, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Suhartono Suratman, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo, Kapten TNI Purnomo Sudaryanto dan Letnan Satu TNI Purnomo Siprianus Gebo.
Selain nama-nama junior saya yang sudah saya sebutkan di atas, masih banyak yang menonjol. Misalnya, rekan-rekan saya di Akademi Militer (AKABRI) angkatan ’74: Brigadir Jenderal TNI Harry Pysand, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Mahidin Simbolon, dan Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Endang Nugiri. Mereka semua menonjol di bidang operasi. Saya telah menyaksikan mereka dalam kontak senjata. Mereka adalah contoh keberanian dan pengorbanan. Kadang-kadang mereka bahkan terlalu berani. Beberapa teman sejawat dan junior saya tertembak oleh musuh karena keberaniannya.
Beberapa junior saya yang lain juga menonjol dalam pertempuran: Kapten CDM TNI (Purn.) Dr Boyke Setiawan sering bergabung bersama saya di medan perang, Kolonel Infanteri TNI Purnomo Adel Gustimego (’78), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan (’80), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Musa Bangun (’83), Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Taufik Hidayat (’83), Kolonel TNI (Purn.) Sugeng Rahardjo, dan Mayor Jenderal TNI (Purn.) Meris Wiryadi (’83).
Saya juga ingin menyebutkan Mayor Jenderal Surawahadi, komandan peleton saya saat ia masih Letnan Dua. Dia sangat tajam. Begitu melihat musuh, dia akan terus mengejarnya meskipun usahanya itu memakan waktu berbulan-bulan.
Juga, junior-junior saya yang sangat berprestasi di kelulusan tahun ’87: Mayor Jenderal TNI Marga Taufiq (’87), Jenderal TNI Andika Perkasa, yang sekarang menjadi Panglima TNI, Letnan Jenderal TNI Muhammad Herindra, yang sekarang menjadi Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana yang sebelumnya adalah Komandan Batalyon 328, Komandan Brigade 17, sekarang Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan. Ida Bagus sekarang bekerja bersama saya setelah berpisah selama puluhan tahun.
Memang, jika saya menuliskan tentang mereka secara rinci, saya tidak akan pernah selesai menulis buku ini. Mungkin dalam buku saya selanjutnya, saya akan menceritakan tentang mereka. Saya juga sedang mengingat kembali catatan saya tentang para perwira dan prajurit yang pernah bekerja bersama saya. Dalam buku mendatang, saya akan memberitahu Anda tentang mereka. Buku ini sudah lebih dari 500 halaman. Saya harap sikap dan kualitas kepemimpinan yang digambarkan dalam buku ini dapat meningkatkan kesadaran saling untuk memperkuat perjuangan kita dalam membangun Indonesia yang kuat, dihormati, dan makmur.