Gelombang aksi unjuk rasa yang terjadi di Jakarta dan beberapa daerah dalam seminggu terakhir menyerukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah terkait peningkatan tata kelola birokrasi dan penegakan hukum. Aksi dimulai di depan kompleks parlemen pada 25 Agustus oleh pelajar dan mahasiswa yang kemudian berakhir dengan kekacauan setelah polisi membubarkan aksi pelajar sekitar pukul 14.00 WIB. Aksi protes kembali digelar dari 28 hingga 31 Agustus di tiga titik di Jakarta, yaitu di DPR, Polda Metro Jaya, dan Mako Brimob Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.
Gelombang aksi ini dipicu oleh insiden kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol yang tewas tertabrak mobil rantis Brimob selama aksi di Jakarta pada 28 Agustus. Aksi kemudian menyebar ke berbagai provinsi dan kota besar di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan. Koalisi sipil juga merilis daftar tuntutan dalam ’17+8 tuntutan rakyat: transparansi, reformasi, dan empati’. Tuntutan perjuangan ini berisi desakan untuk segera melakukan perbaikan dan reformasi tata kelola pemerintah.
Dikutip dari akun Instagram LBH Jakarta, tuntutan ini harus direspon dengan segera, termasuk investigasi kematian Affan Kurniawan dan semua demonstran yang menjadi korban aksi dari 25 hingga 31 Agustus. Selain itu, terdapat 17 tuntutan yang harus dipenuhi dalam seminggu ke depan hingga 5 September, serta 8 tuntutan tambahan yang harus diselesaikan hingga 31 Agustus 2026. Diantaranya adalah penarikan TNI dari pengamanan sipil, laporan transparansi anggaran, perbaikan kebijakan ketenagakerjaan, serta reformasi DPR dan partai politik secara menyeluruh.
Aksi protes ini menunjukkan keinginan keras masyarakat untuk mendesak pemerintah dan DPR melakukan perubahan yang signifikan untuk merespons tuntutan dan kebutuhan rakyat. Semua tuntutan tersebut juga menekankan perlunya berbagai instansi pemerintah untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan responsif kepada keinginan serta kebutuhan masyarakat secara umum.
