Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) menepis klaim pemerintah yang menyatakan bahwa organisasi tersebut tidak memiliki standing hukum untuk menguji konstitusionalitas Pasal 8 dan penjelasan Pasal 8 UU Pers. Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah mewakili Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Digital menilai Iwakum tidak memiliki standing hukum untuk mengajukan uji materi terhadap Pasal tersebut. Namun, Sekretaris Jenderal Iwakum, Ponco Sulaksono, menegaskan bahwa klaim pemerintah tersebut tidak berdasar dan keliru.
Menurut Ponco, pandangan bahwa Iwakum tidak memiliki standing hukum dan berpendapat bahwa multitafsir dalam Pasal 8 UU Pers tidak berdasar adalah keliru. Ia juga menekankan bahwa pendapat tersebut abai terhadap hak konstitusional wartawan di Indonesia. Iwakum merupakan organisasi profesi yang terdiri dari wartawan aktif yang setiap hari meliput fakta, mengawal hukum, dan bekerja untuk kepentingan publik.
Ponco menambahkan bahwa pengajuan uji materi terhadap UU Pers adalah bentuk perlawanan moral terhadap rezim yang semakin mengabaikan kebebasan pers dan demokrasi. Sebaliknya, pemerintah tampaknya menolak tanggung jawabnya untuk melindungi profesi jurnalis dan kebebasan pers dengan menyembunyikan diri di balik alasan hukum yang sempit. Kriminalisasi terhadap wartawan masih terjadi meskipun Pasal 8 UU Pers seharusnya memberikan perlindungan hukum bagi wartawan. Penjelasan yang jelas tentang jenis perlindungan dan mekanisme yang ada dalam Pasal tersebut masih belum terungkap.





