Banyak orang Yahudi yang ternyata sukses dan pintar. Fenomena ini terjadi sejak tahun 1900-an hingga sekarang.
Misalnya pada tahun 1901-1962, 16% pemenang Nobel sains merupakan orang Yahudi. Salah satunya adalah fisikawan populer Albert Einstein yang mendapatkan Nobel Fisikawan pada tahun 1921.
Salah satu alasan kesuksesan ini diungkapkan oleh Richard Lynn dan Satoshi Kanazawa dalam “How to explain high Jewish Achievement” (2008). Salah satu alasannya adalah karena nilai-nilai budaya Yahudi yang kuat.
Keluarga Yahudi menerapkan kesuksesan sebagai hal yang mutlak yang harus diraih oleh setiap anak dalam setiap generasi. Ini membuat orang tua mendorong semua anak-anak mereka untuk berprestasi.
Bahkan upaya tersebut telah dilakukan oleh orang tua kepada anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan catatan “Jewish Traditions in Pregnancy & Childbirth” (1997), orang tua Yahudi melakukan dua hal untuk pendidikan prenatal.
Pertama, ibu Yahudi mendengarkan musik klasik saat sedang mengandung. Sebab perilaku ini bisa merangsang kecerdasan emosional bayi.
Para ibu juga terus mengajak berbicara dengan janinnya. Aktivitas ini dipercaya juga sedang merangsang sisi emosional bayi.
Hal lain yang dilakukan adalah para ibu membaca dan mempelajari matematika. Dengan upaya ini diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan intelektual janin.
Ibu yang sedang mengandung juga memperhatikan gizi terbaiknya, terutama ikan atau protein lainnya, serta sayuran.
Saat bayi lahir, orang tua merangsangnya untuk hobi membaca. Aktivitas ini dipercaya sebagai jalan keluar dari kebodohan.
Sejarawan Jerry Z. Muller di Project Syndicate juga ikut angkat bicara tentang alasan kesuksesan orang Yahudi. Yakni terkait diskriminasi dan berdampak pada hubungan yang kuat antar Yahudi.
Hubungan tersebut membuat mereka saling mengenal hingga memulai pekerjaan dan bisnis baru. Selain itu, mereka juga belajar mencari peluang baru yang diminati sedikit orang dan akan menciptakan peluang yang belum dipikirkan sebelumnya.