Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

by -85 Views

Dokter Ben Mboi, saya bertemu dengannya setelah dia pensiun dari militer dan jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di kalangan TNI, ia dikenal sebagai seorang dokter militer yang terlibat dalam misi bersama pasukan baret merah (RPKAD) di Merauke selama operasi pembebasan Irian Barat. Pada saat itu, komandan kompi yang terlibat adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Darat pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah dokter yang ikut serta dalam operasi di Merauke di bawah komando Pak Benny Moerdani.

Dalam beberapa pertemuan dengan Pak Ben Mboi, dia bercerita tentang pengalamannya menaiki pesawat Hercules untuk terjun ke Irian Barat. Saat itu, yang melepas tali adalah Panglima Komando Mandala, yaitu Mayor Jenderal TNI Soeharto, yang kemudian menjadi Jenderal dan akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia.

Pak Ben Mboi menceritakan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani, termasuk dirinya yang saat itu masih berpangkat Letnan Satu, diposisikan di sebelah pesawat Hercules yang mesinnya sudah menyala. Di bawah kebisingan mesin pesawat Hercules, Pak Harto memberikan sambutan singkat. Menurut Pak Ben Mboi, Pak Harto mengatakan, “Sebentar lagi kalian akan berangkat untuk diterjunkan di daerah Merauke untuk operasi merebut kembali Irian Barat. Dua tim sebelum kalian telah diterjunkan beberapa minggu yang lalu dan sampai saat ini tidak ada kontak dengan mereka. Kemungkinan besar kalian tidak akan kembali lebih dari 50%. Saya beri kalian waktu tiga menit, jika ada di antara kalian yang ragu-ragu, yang tidak mau berangkat, silakan keluar dari barisan.”

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada satupun yang keluar dari barisan. Pak Harto melihat jamnya dan setelah tiga menit, memerintahkan semua pasukan untuk naik ke pesawat. Menurut Pak Ben Mboi, jika Pak Harto memberikan waktu lebih dari 5 menit, mungkin ada yang keluar dari barisan.

Suatu kisah heroik yang agak lucu juga. Namun dalam hatinya, Pak Ben Mboi merasa benar bahwa jika orang-orang diberi lebih banyak waktu untuk berpikir, mungkin banyak yang tidak akan kembali bertemu keluarga mereka. Mungkin itulah semangat heroisme pada masa itu yang melanda seluruh bangsa Indonesia.

Ada cerita menarik lainnya yang dia sampaikan setelah pensiun dari jabatan gubernur. Saat itu, anak buahnya dan staf barunya baru menyadari bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Mereka kemudian menggalang dana dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah serta beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah bagi Pak Ben Mboi. Faktanya, Indonesia memiliki banyak prajurit yang mengabdikan seluruh karirnya untuk negara, namun setelah pensiun, mereka tidak memiliki rumah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi, namun tidak diberi imbalan yang pantas. Oleh karena itu, para anak buahnya menemukan cara untuk mendapatkan uang dan membangun rumah bagi mantan komandan mereka setelah pensiun.

Salah satu pelajaran yang saya terima dari Pak Ben Mboi adalah, dia mengatakan, “Prabowo, kalau ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa menyarankan 2 hal. Pertama, cintai rakyatmu, dan kedua, gunakan akal sehatmu, maka kau tidak akan meleset.”

Pesan ini selalu saya ingat. Sebagai seorang pemimpin, kita harus mencintai rakyat dan anak buah kita. Kemudian kita juga harus menggunakan akal sehat, tidak perlu terlalu rumit, dengan akal sehat biasanya kita akan berhasil. Itulah yang saya ingat dari pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Seorang pemimpin tidak harus merasa bisa, namun harus mampu merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Ini adalah filosofi yang sangat mendalam bagi saya. Pesan dari Pak Ben Mboi, “Cintai Rakyatmu, Gunakan Akal Sehatmu” menjadi pegangan bagi saya.

Source link