Mewujudkan Ekonomi Konstitusi: Langkah Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka

by -72 Views

Membuat Ekonomi Konstitusi

Jika Anda pernah mempelajari ilmu ekonomi, Anda pasti tahu bahwa ada berbagai aliran ekonomi di dunia ini. Ada aliran ekonomi neoklasikal, pasar bebas, dan neoliberal. Ketiga aliran ini sering dikaitkan dengan pemikiran Adam Smith. Selain itu, ada juga aliran ekonomi sosialis, yang dikenal dengan pemikiran Karl Marx. Dalam sejarah, sering terjadi pertentangan antara aliran ekonomi ini. Ada yang mengatakan, “Indonesia harus memilih A”, ada yang mengatakan, “sebaiknya kita pakai B”. Namun, menurut saya, mengapa kita harus memilih? Kita bisa mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan sosialisme. Gabungan dari kedua aliran inilah yang disebut sebagai ekonomi kerakyatan, atau ekonomi Pancasila, yang tertuang dalam Undang-undang Dasar ’45, khususnya pasal 33. Kita bahkan bisa menyebutnya sebagai ‘ekonomi konstitusi’.

Setelah 1998, Kita Keliru

Setelah krisis ekonomi tahun 1998, saya merasa bahwa kita sebagai bangsa telah keliru. Kita telah melupakan jati diri kita. Kita meninggalkan pasal 33 Undang-undang Dasar ’45, kita meninggalkan ekonomi Pancasila. Inilah mengapa saya telah berjuang selama belasan tahun ini. Saya ingin mengingatkan kembali ajaran-ajaran Bung Karno: berdiri di atas kaki kita sendiri. Ini adalah hal yang fundamental yang banyak kita lupakan. Kita terlalu percaya pada globalisasi, pada klaim bahwa dunia sudah tidak memiliki batas lagi. Namun, mari contoh ke Amerika. Anda tidak bisa masuk ke sana tanpa visa, bahkan ada yang tidak diberikan visa. Begitu pula dengan Australia yang mencegah kapal-kapal penyelundup yang mencoba masuk melalui perairan kita. Jadi, walaupun kita berdagang di era globalisasi, batasan masih tetap ada. Oleh karena itu, kita harus memiliki kekuatan sendiri. Nasionalisme bukanlah sesuatu yang buruk. Nasionalisme adalah cinta pada bangsa sendiri. Kita tidak boleh hanya menyerah pada bangsa lain. Bahkan, semua bangsa lain pun membela kepentingan nasional mereka. Mengapa bangsa Indonesia tidak boleh melakukannya? Contoh, di bidang pertanian, negara-negara seperti Amerika, Australia, Vietnam, dan Thailand turut membantu para petani mereka. Mengapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama? Sebagai negara yang terbuka, kita boleh bersahabat dengan negara lain, namun kita juga harus kuat dan mandiri. Kemandirian suatu negara dalam memproduksi barang-barang di dalam negeri dapat meningkatkan kompleksitas ekonomi dan menguatkan Rupiah. Oleh karena itu, resep yang diberikan oleh IMF pada tahun 1998 yang merusak banyak industri kita harus ditinggalkan jauh-jauh. Kita harus segera mulai memproduksi barang-barang di dalam negeri.

Tujuan Kita: Ekonomi Konstitusi, Bukan Sosialisme

Sosialisme murni, meskipun bagus dalam teori, sebenarnya tidaklah praktis. Prinsip kesetaraan yang ekstrem dalam sosialisme murni tidaklah dapat dijalankan. Jika semua orang dibayar sama rata tanpa mempertimbangkan usaha mereka, maka orang tidak akan memiliki motivasi untuk bekerja keras. Nah, dalam sosialisme murni, orang yang bekerja keras dan yang tidak bekerja keras akan dibayar sama. Orang pintar dan orang bodoh dibayar sama. Orang yang ingin belajar dan yang tidak mau belajar dibayar sama. Bahkan, dalam impian sosialis, tidak akan ada uang. Tentu saja hal ini hanya merupakan impian yang sulit direalisasikan dan negara-negara yang mencoba menerapkan sistem sosialis murni sering gagal. Oleh karena itu, pemikiran para pendiri negara kita, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, yang mendukung ekonomi campuran adalah tepat. Ekonomi campuran mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan sosialisme. Jika kita kembali ke sejarah, pernah ada keputusan untuk menggunakan sistem ekonomi Pancasila di Indonesia. Ekonomi kita seharusnya didasarkan pada kekeluargaan, di mana yang kuat membantu yang lemah. Ini adalah cara yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan kapitalisme murni yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperdulikan kepentingan sosial.

Paham Ekonomi Konstitusi: Bebas Boleh, Tetapi Harus Waspada

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, ekonomi kita harus berada di tengah-tengah, sebagai ekonomi campuran atau ekonomi konstitusi. Kita tidak boleh terlalu kapitalis atau terlalu sosialis. Kita harus mengambil yang terbaik dari kedua aliran. Kapitalisme memang mendorong inovasi, kewirausahaan, dan investasi, namun harus diimbangi dengan perlindungan bagi rakyat yang lebih banyak. Di sistem ekonomi bebas, tanpa perlindungan sosial, tidak ada harapan bagi orang miskin. Sosialisme, di sisi lain, menawarkan jaring pengaman sosial bagi yang paling lemah. Pemerintah harus turun tangan pada saat-saat krusial dan harus berperan aktif dalam mengurangi kemiskinan. Pemerintah harus memberikan bantuan kepada mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, karena tanpa bantuan ini, mereka tidak akan mampu untuk berdiri sendiri. Namun demikian, pendekatan ini harus disertai dengan strategi yang jelas agar bantuan yang diberikan dapat membantu mereka untuk mandiri.

Paham Ekonomi Konstitusi: Pemerintah Harus Jadi Pelopor

Dalam konsep ekonomi konstitusi, pemerintah harus berperan sebagai pelopor dalam pembangunan, baik dalam bidang pertanian, infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, maupun pengentasan kemiskinan. Pemerintah tidak boleh hanya berperan sebagai penengah. Inilah perbedaan antara paham neoliberal dan ekonomi konstitusi. Paham neoliberal cenderung percaya bahwa semakin sedikit campur tangan pemerintah, semakin baik. Namun kita harus ingat bahwa negara-negara Barat telah berada jauh di depan kita dalam hal pendapatan per kapita. Kita baru berada di level yang jauh lebih rendah dari mereka. Oleh karena itu, kita harus mengadaptasi model ekonomi yang sesuai dengan kondisi kita, yakni ekonomi konstitusi. Dalam ekonomi konstitusi, pemerintah harus aktif turun tangan dalam memimpin pembangunan dan membantu mereka yang membutuhkan. Kitalah yang harus menciptakan kemakmuran kita sendiri.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip ekonomi konstitusi, kita dapat membangun negara ini menjadi lebih kuat dan mandiri. Semua kebijakan harus diambil dengan memperhatikan kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir orang kaya. Inilah inti dari ekonomi konstitusi: keadilan, kekeluargaan, dan kesejahteraan untuk semua.

Source link