Aiman Witjaksono tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyaksikan secara langsung sidang putusan praperadilan mengenai sah tidaknya penyitaan barang bukti yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, pada hari Selasa (27/2/2024). Foto/Ari Sandita/SINDOnews
JAKARTA – Aiman Witjaksono tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyaksikan secara langsung sidang putusan praperadilan mengenai sah tidaknya penyitaan barang bukti yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, pada hari Selasa (27/2/2024).
Berdasarkan pantauan, Aiman terlihat mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan motif batik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sekitar pukul 15.00 WIB. Aiman datang bersama dengan tim hukumnya, yaitu Finsensius Mendrofa, Sangun Ragahdo Yosodiningrat, Yulianto Nurmansyah, dan Abdul Aziz Hakim.
Sidang putusan tersebut akan digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim dari Bidang Hukum Polda Metro Jaya juga telah hadir di pengadilan untuk mengikuti persidangan tersebut.
Aiman dan tim hukumnya sempat bersalaman dengan tim dari Bidang Hukum Polda Metro Jaya ketika bertemu di depan ruang sidang. Tim pengacara Aiman yakin bahwa permohonan praperadilannya akan diterima oleh hakim.
“Ini juga membahas tentang bagaimana merawat demokrasi karena di dalam ponsel saya terdapat informan-informan yang saya miliki dan saya simpan,” ujar Aiman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari Selasa (27/2/2024).
Aiman menjelaskan bahwa di dalam ponsel yang disita oleh polisi, terdapat informan-informan yang tidak ada hubungannya dengan perkara yang dihadapinya. Oleh karena itu, penyitaan ponsel miliknya tersebut dapat mengancam perkembangan demokrasi di Indonesia.
“Informasi, percakapan, semuanya itu dapat mengancam perkembangan demokrasi,” tambahnya.
Aiman menambahkan bahwa penggalian sumber informasi yang dilakukan oleh polisi pada ponselnya dapat mengancam demokrasi dan membuat orang menjadi takut.
“Orang-orang akan takut untuk bersuara, memberikan informasi, memberikan hal-hal yang kritis, dan itu adalah tragedi bagi demokrasi,” tutupnya.
(maf)