Global Strategic Challenges: Addressing Climate Change

by -70 Views

Menurut prediksi oleh banyak ahli, termasuk dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia hanya memiliki waktu 13 tahun sejak 2023 untuk keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah.

Dalam 13 tahun mendatang, ekonomi Indonesia harus tumbuh dengan cepat dengan tingkat di atas 6%—sebuah tantangan yang besar mengingat hal tersebut jauh melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 2%. Selain itu, kita tidak hidup dalam isolasi, dan dunia saat ini sedang menghadapi banyak krisis.

Pada bulan Oktober 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Tantangan yang akan datang tidak semakin ringan tetapi semakin berat. Dunia tidak dalam keadaan baik. Terdapat perang, perubahan iklim, dan krisis pangan.”

Perubahan Iklim
Bulan September 2023 merupakan bulan September terpanas dalam sejarah Bumi. Kenaikan suhu global ini merupakan hasil dari peningkatan aktivitas manusia sejak revolusi industri pada tahun 1760-an, yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya di atmosfer.

Pada tahun 2015, 195 negara termasuk Indonesia menandatangani Perjanjian Paris, yang berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global maksimum menjadi 2 derajat Celsius di atas level pra-industri. Hal ini dapat dicapai dengan beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi baru dan terbarukan.

Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah berjanji untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru, mencoba pensiun dini dari pembangkit yang lebih tua, memberikan insentif untuk kendaraan listrik, dan mengembangkan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan seperti panel surya (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), panas bumi, dan hidro (Pembangkit Listrik Tenaga Hidro).

Pada tahun 2023, Indonesia juga meluncurkan pasar perdagangan karbon untuk memfasilitasi dan mempercepat insentif ekonomi untuk mencegah deforestasi dan proyek penghijauan kembali.

Namun, upaya global untuk mencapai emisi gas rumah kaca net-zero belum optimal. Tahun ini, suhu global rata-rata telah mencapai 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri.

Dampak dari kenaikan suhu ini dirasakan bukan hanya di luar negeri tetapi juga di Indonesia.

Perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan dan curah hujan ekstrem yang mengurangi produksi pangan, meningkatkan ketidakamanan pangan, menaikkan harga pangan, dan mengancam nyawa.

Peningkatan permukaan air laut juga mengancam nyawa penduduk Indonesia yang tinggal di pulau-pulau kecil dan daerah pantai. Bagian-bagian Jakarta bahkan diprediksi akan tenggelam dalam 20-30 tahun mendatang jika tidak ada tindakan yang diambil.

Ini berarti kita harus segera mengembangkan kemampuan tambahan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Misalnya, petani kita harus memiliki akses ke benih yang lebih tahan kekeringan. Rumah nelayan kita di pantai harus lebih kuat untuk bertahan dari gelombang badai yang semakin tinggi.

Ini bukanlah tantangan kecil karena akan membutuhkan sumber daya keuangan yang signifikan dan kapasitas adaptasi yang tinggi.

Source link