Sudah menjadi pandangan umum bahwa orang Tionghoa memiliki kefasihan dalam berbisnis. Di Indonesia sendiri, banyak orang keturunan Tionghoa yang memiliki usaha. Bahkan, dari daftar 10 orang terkaya tahun 2022 versi Forbes, hanya dua orang bukan keturunan Tionghoa.
Apa rahasia kesuksesan mereka dalam berbisnis? Melihat kisah kesuksesan keturunan Tionghoa, mereka memiliki pola yang sama. Yakni “pergi dari China, sampai di negeri orang, menjalin bisnis, dan kaya raya”.
Menjadi kaya adalah tujuan utama orang Tionghoa. Dalam komunitas Tionghoa, akumulasi kekayaan diartikan sebagai standar kejayaan seseorang atau keluarga. Kekayaan menjadi sumber segala keistimewaan dan status. Oleh karena itu, orang Tionghoa rela bekerja keras untuk mengejar kekayaan, karena mereka percaya bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil.
Untuk meraih kesuksesan tersebut, kebanyakan orang Tionghoa secara sadar atau tidak terpengaruh oleh ajaran Konfusianisme. Konfusianisme adalah ajaran yang menyebar di Asia Timur, khususnya China, yang dilahirkan oleh filsuf China bernama Kongzi. Dalam ajaran Konfusianisme terdapat lima etika, antara lain kemanusiaan, kebenaran atau keadilan, kesopanan atau tata krama, pengetahuan, dan integritas. Jika semua etika tersebut dijalankan, maka akan lahir sikap kebajikan seperti keberanian, adaptabilitas, kepercayaan diri, kedisiplinan, motivasi kuat, kejujuran, kreativitas, dan visioner.
Selain itu, Konfusianisme juga mengajarkan seseorang untuk fokus pada peran dan fungsi mereka di dalam masyarakat, tanpa mengganggu peran dan fungsi orang lain. Namun, bukan berarti tidak diperbolehkan menjalin relasi. Bahkan, menjalin relasi atau Guanxi menjadi aspek penting dalam ajaran Konfusianisme. Guanxi adalah hubungan pribadi antara dua orang yang terjalin karena saling membutuhkan dan menghasilkan simbiosis mutualisme. Jalinan Guanxi ini akan membantu orang Tionghoa mendapat keuntungan dalam berbisnis.
Contoh penting dari menjalin relasi atau Guanxi adalah pengusaha Sudono Salim. Ia berhasil membangun jaringan dengan para elite, pengusaha, atau orang biasa seperti Soeharto, Mochtar Riady, Ciputra, dan Tahir. Pertemuan dengan mereka semua sukses melahirkan kerajaan bisnis yang sangat besar.
Setelah memegang ajaran Konfusianisme dan menjalin relasi, langkah selanjutnya adalah memperkuat keluarga. Dalam pandangan tradisional China, mengharumkan nama keluarga dianggap sebagai kejayaan luar biasa. Oleh karena itu, setiap orang tua akan mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai kebajikan agar mereka dapat menjaga atau membesarkan kejayaan keluarga. Bisnis orang Tionghoa sejati adalah bisnis keluarga. Pada umumnya, perusahaan besar di Indonesia masih dipegang oleh keluarga inti dari generasi ke generasi. Pendirian bisnis keluarga ini juga bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh keluarga.
Selain itu, menghormati leluhur juga merupakan hal yang penting bagi orang Tionghoa. Mereka diharuskan menghormati orang tua dan leluhurnya, serta tidak boleh menjelek-jelekan mereka. Orang Tionghoa yang sukses juga diharuskan untuk membangun kampung halamannya, karena jika tidak dilakukan, dikhawatirkan kehidupan mereka akan sulit dan tidak mendapatkan berkah.