LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [TEUKU UMAR] – Rewrite the history

by -87 Views
LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [TEUKU UMAR] – Rewrite the history

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer Berdasarkan Pengalaman Bab I]

Ada banyak contoh dalam sejarah bangsa kita di mana musuh kita lebih banyak dalam hal kekuatan, senjata, dan pengalaman. Namun, karena sikap yang tepat, karena kebaikan pemimpin kita, jujur, patriotik, cerdas, rajin, dan tidak akan pernah tunduk pada dominasi negara asing, kita berhasil mengalahkan segala kemungkinan berulang kali.
Salah satu kisah kepemimpinan paling cerdas di masa kolonial Nusantara berasal dari kisah kepemimpinan Teuku Umar. Sebagai anggota tentara Belanda, dia berhasil memperdaya Belanda dua kali dengan ‘perang pura-pura’ dan memperkuat gerakan perlawanan Aceh terhadap penjajah.

Sepanjang sejarah, telah terbukti berulang kali bahwa kunci kejayaan sebuah bangsa adalah kepemimpinan. Ketika saya berada di angkatan bersenjata, saya belajar sebuah pepatah yang relevan bagi setiap prajurit di berbagai periode: ‘tidak ada prajurit buruk, hanya ada komandan buruk’.

Saya belajar pepatah lain sebagai seorang perwira muda: ‘Seribu kambing yang dipimpin seekor harimau akan mengaum, tetapi seribu harimau yang dipimpin seekor kambing akan mengembek’.

Salah satu kisah kepemimpinan paling cerdas di masa kolonial Nusantara adalah tentang Teuku Umar. Teuku Umar lahir di Meulaboh, Aceh Barat pada tahun 1854. Sejak kecil, Teuku Umar dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani. Dia juga teguh dan gigih di hadapan kesulitan.

Teuku Umar berusia 19 tahun ketika dia memegang senjata untuk pertama kalinya dan melawan Belanda pada awal agresi Belanda pertama pada tahun 1873. Ketika dia berusia 29 tahun, dia pura-pura menjadi kolaborator Belanda dan masuk ke dalam dinas militer Belanda. Dia disambut oleh Gubernur Van Teijn, yang bermaksud menggunakan Teuku Umar sebagai ‘agen’ untuk mendapatkan simpati Aceh.

Teuku Umar membuktikan keberhargaannya kepada Belanda dengan menghancurkan pos-pos pertahanan Aceh. Akibatnya, dia diberi peran yang lebih besar dalam memimpin 17 komandan dan 120 prajurit, termasuk seorang admiral.

Perlawanan Teuku Umar terhadap Belanda dimulai ketika kapal Britania “Nicero” terdampar pada tahun 1884. Kapten dan awak kapal ditawan oleh Raja Teunom, yang menuntut tebusan uang. Pemerintah Kolonial Belanda memerintahkan Teuku Umar untuk merebut kembali kapal tersebut. Namun, dia menuntut agar diberi banyak peralatan dan senjata. Belanda mengabulkan permintaannya.

Kemudian, Belanda terkejut oleh berita bahwa tentara mereka yang bergabung dengan Teuku Umar semuanya tewas di tengah laut. Teuku Umar mengambil semua senjata dan peralatan. Teuku Umar telah berbalik memihak kepada Aceh melawan Belanda, membuat Belanda kecewa.

Perang panjang antara Aceh dan Belanda memaksa Teuku Umar untuk merancang strategi baru, menggunakan trik lama yang dia kenal. Sebagai ahli tipu muslihat sejati, sepuluh tahun kemudian, dia menyerahkan diri kepada Belanda lagi. Dia melakukannya dengan mengadakan ‘pertempuran pura-pura’ dan mengerahkan pasukan untuk mengirim pesan rahasia. Belanda, terkesan, memberinya gelar ‘Teuku Johan Jenderal Tertinggi-Pahlawan Belanda’. Tiga tahun kemudian, seperti yang ditebak, Teuku Umar mengkhianati Belanda untuk kedua kalinya. Dia membawa pasukannya dan 800 senjata, 25.000 peluru, 500 kg amunisi, dan $18.000 dalam bentuk tunai.

Setelah bertahun-tahun berperang melawan Belanda, Teuku Umar terpojok ketika dia tiba di pinggiran Kota Meulaboh. Pasukan Belanda mengetahui lokasinya; Teuku Umar dan pasukannya dikelilingi. Dia dan pasukannya memilih untuk melakukan pertempuran langsung dengan Belanda dan bertempur sampai akhir. Sebuah peluru musuh menembus dadanya. Teuku Umar mati sebagai seorang pahlawan.

Source link