Alasan Mengapa Bisnis Telko Dapat Menjadi Pemutarbalik Permainan

by -81 Views

Industri telekomunikasi memiliki peran yang sangat strategis dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, pemberdayaan di berbagai bidang, serta peningkatan jangkauan dan kualitas layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti, seorang guru besar bidang Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa industri telekomunikasi memiliki sumbangan yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia, terutama dalam pertumbuhan ekonomi digital di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga pertumbuhan dan keberlangsungan industri telekomunikasi nasional.

Namun, saat ini industri telekomunikasi menghadapi tantangan yang besar. Salah satunya adalah tingginya beban regulatory cost. Jika pemerintah tidak dapat membuat regulasi yang dapat mengurangi regulatory cost, Poppy khawatir peringkat Indonesia di Harvard Business Review akan menurun ke kategori “watch out”, yang biasanya ditempatkan pada negara-negara di Afrika.

Poppy juga menyebutkan beberapa kendala yang dihadapi industri telekomunikasi di Indonesia, antara lain literasi digital, kesenjangan digital di masyarakat, infrastruktur telekomunikasi yang kurang memadai, dan kompleksitas regulasi dalam penggelaran infrastruktur telekomunikasi. Selain itu, tingginya regulatory cost juga mempengaruhi daya saing industri telekomunikasi nasional dan daya saing perekonomian Indonesia.

Berdasarkan data dari empat operator besar di Indonesia, terdapat tren kenaikan biaya penyediaan basis hak penggunaan (BHP) frekuensi setiap tahunnya. Komposisi beban BHP frekuensi terhadap pendapatan seluler juga cenderung meningkat setiap tahunnya. Kenaikan ini disebabkan oleh formula perhitungan BHP frekuensi yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang selalu menggunakan angka inflasi sebagai acuan.

Menurut bank riset global Citigroup, berdasarkan benchmark dari Coleago Consulting, komposisi biaya BHP frekuensi yang optimal agar industri telekomunikasi tumbuh berkelanjutan adalah di bawah 5%, sedangkan komposisi 5%-10% dapat mendorong keberlanjutan industri. Namun, jika komposisi regulatory cost tersebut di atas 10%, dianggap tidak mendukung keberlanjutan industri.

Poppy menyarankan pemerintah memberikan insentif seperti keringanan BHP frekuensi dan kemudahan perizinan lainnya bagi industri telekomunikasi. Contohnya adalah India, yang memberikan insentif BHP frekuensi sebesar 0% untuk perusahaan yang mengembangkan jaringan 5G. Hal ini berdampak pada meningkatnya kualitas layanan broadband dan penetrasi 5G di negara tersebut.

Poppy berpendapat bahwa pemerintah Indonesia dapat meniru langkah India dengan memberikan insentif BHP frekuensi sebesar 0% selama 3 tahun bagi perusahaan telekomunikasi yang mengembangkan teknologi baru seperti 5G. Diharapkan dengan adanya insentif ini, kualitas internet di Indonesia dapat meningkat dan pertumbuhan ekonomi nasional dapat didongkrak.