Ungkapkan Cacat Formil dalam Pembentukan UU Konservasi SDA

by -8 Views

Putu Ardana dari Masyarakat Adat Dalem Tamblingan Bali mengungkapkan kekecewaannya terhadap pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) menjadi Undang-undang di sidang uji formil di Mahkamah Konstitusi (MK). Putu, sebagai Ketua Tim 9 Masyarakat Adat Dalem Tamblingan, merasa anggota DPR kurang menghargai proses tersebut. Dalam kesempatan yang dihadiri oleh hanya empat orang dari Komisi IV, Putu hanya diberikan waktu singkat, yaitu 10 menit, untuk membahas praktik dan manajemen konservasi di Indonesia. Putu merasa tidak dihargai oleh anggota DPR yang tidak responsif terhadap masukannya.

Lebih lanjut, Putu juga mengekspresikan kekecewaannya karena tidak diinformasikan tentang perkembangan terkait pembahasan payung hukum KSDAHE dari DPR. Ia mengungkapkan bahwa praktik konservasi di Indonesia kurang mempertimbangkan faktor kultur, yang dianggap sangat penting dalam manajemen konservasi. Menurutnya, masyarakat adat di Indonesia memiliki interaksi khusus dengan alam yang melahirkan nilai-nilai kultural untuk menjaga lingkungan. Putu bersama masyarakat adat Tamblingan berusaha memperjuangkan kawasan konservasi menjadi hutan adat yang dianggap suci bagi mereka sejak ribuan tahun lalu.

Di sisi lain, Arif Adiputro dari Indonesian Parliamentary Center (IPC) mengungkapkan proses pembahasan RUU KSDAHE di DPR terjadi tanpa transparansi. Dia menyoroti bahwa konsep-konsep RUU tidak diumumkan secara terbuka, dan input dari publik tidak dipertimbangkan sepenuhnya. IPC menemukan bahwa banyak dokumen terkait pembentukan RUU tidak diumumkan secara resmi oleh DPR. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan partisipasi publik yang kurang dalam proses penyusunan undang-undang tersebut. MK kembali menggelar sidang terkait hal ini setelah meminta pemerintah untuk menahan penerbitan peraturan pelaksana dari UU tersebut. Anggota DPR menyatakan bahwa UU KSDAHE telah mengakomodasi peran masyarakat adat dalam konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya. Para pemohon uji formil, di antaranya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan WALHI, membawa tiga alasan utama terkait ketidakjelasan tujuan, kedayagunaan, dan keterbukaan dalam pembentukan UU KSDAHE.

Source link