Pernikahan anak menjadi sorotan publik lagi setelah video pernikahan dua remaja SMK dan SMP di Desa Beraim, Lombok Tengah viral. UNICEF mencatat bahwa ada 25,53 juta anak perempuan di Indonesia yang menikah di bawah usia 18 tahun, menempatkan Indonesia di peringkat keempat dunia dengan jumlah kasus perkawinan anak tertinggi. Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menekankan pentingnya upaya konsisten dalam mencegah pernikahan anak melalui langkah-langkah sistematis dan kebijakan.
Menurut Kementerian PPPA, terdapat ribuan permohonan dispensasi nikah setiap tahun, dengan sebagian besar dikabulkan oleh pengadilan agama maupun pengadilan negeri. Data dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS) menunjukkan bahwa sebagian besar permohonan dispensasi kawin disetujui pengadilan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tingkat provinsi, Jawa Timur menjadi daerah dengan jumlah dispensasi perkawinan tertinggi. Pemerhati anak, Retno Listyarti, mengatakan bahwa pernikahan anak umumnya terjadi pada siswa SMP dan SMA, dipicu oleh pergaulan bebas dan kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi. Dampak dari pernikahan anak sangat serius, seperti komplikasi kehamilan dan persalinan yang menjadi penyebab kematian kedua tertinggi bagi perempuan usia 15-19 tahun.
Pemerintah telah mengubah batas minimal usia perempuan untuk menikah menjadi 19 tahun, tetapi praktik dispensasi nikah masih marak. Namun, beberapa wilayah seperti Kabupaten Maros di Sulawesi Selatan berhasil menekan angka pernikahan anak melalui program perlindungan anak dan wanita. Secara nasional, Indonesia menargetkan penurunan angka pernikahan anak sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dengan strategi pencegahan yang mencakup optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung, aksesibilitas layanan, regulasi, dan koordinasi pemangku kepentingan.