Kontroversi Kemenag tentang Fantasi Seks Sedarah: Perspektif Syariat Islam

by -20 Views

Kementerian Agama menegaskan bahwa mempergunakan relasi mahram atau sedarah sebagai objek fantasi seksual adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam. Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menegaskan hal ini sebagai respons terhadap kemunculan grup Facebook yang memperbincangkan fantasi seksual sedarah atau inses. Grup bernama Fantasi Sedarah ini telah menimbulkan kontroversi di media sosial setelah percakapan di dalamnya tersebar luas di berbagai platform. Kemenag secara tegas melarang segala bentuk hubungan seksual atau pernikahan dengan mahram dalam ajaran Islam, karena relasi antara mahram adalah batas yang tidak boleh dilanggar.

Grup Fantasi Sedarah telah mendapat kecaman dari berbagai pihak yang menekankan perlunya tindakan penegakan hukum terhadap pelaku di balik grup tersebut. Larangan Islam terhadap hubungan seksual atau pernikahan dengan mahram berlaku secara mutlak, tidak hanya dalam bentuk nyata tetapi juga dalam konteks digital. Hal ini bertujuan untuk melindungi harkat keluarga dan fitrah manusia.

Komitmen Kemenag dalam menegakkan larangan ini didasari oleh tujuan menjaga keturunan dan melindungi struktur keluarga. Hubungan yang dianggap haram untuk dinikahi dalam Islam karena hubungan darah, pernikahan, atau persusuan diatur dalam Alquran dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 39. Pengkondisian sosial terhadap konten digital yang meromantisasi hubungan mahram dianggap berpotensi membahayakan pandangan masyarakat terhadap moral dan hukum.

Kemenag menegaskan bahwa larangan ini memiliki implikasi sosial, psikologis, dan bahkan medis. Selain berpotensi mengakibatkan kelainan genetik, hubungan sedarah juga berisiko menimbulkan trauma, konflik, dan stigma dalam keluarga. Mabes Polri telah mengambil tindakan terhadap anggota Grup Fantasi Sedarah dan Suka Duka yang dianggap terkait dengan praktik inses. Mereka ditangkap di beberapa wilayah di Pulau Jawa dan Sumatra. Tindakan keras terhadap pelanggaran semacam ini penting sebagai bentuk perlindungan terhadap moral, agama, dan hukum yang berlaku.

Source link