Kejaksaan Agung membantah klaim dari Wilmar Group yang menyebutkan penyerahan uang sebesar Rp11,8 triliun sebagai dana jaminan. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, uang tersebut saat ini telah disita sebagai barang bukti dalam kasus korupsi persetujuan ekspor CPO periode 2021-2022. Dalam penanganan tindak pidana korupsi, tidak ada konsep dana atau uang jaminan, melainkan uang yang disita sebagai barang bukti atau uang pengembalian kerugian keuangan negara.
Harli menegaskan bahwa penyitaan uang senilai Rp11,8 triliun tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan juga terkait dengan proses perkara korupsi yang melibatkan Wilmar yang sedang berproses di MA. Wilmar sebelumnya menyatakan bahwa penyerahan uang tersebut sebagai dana jaminan dan sebagai wujud itikad baik perusahaan dalam kasus ini. Uang tersebut akan dikembalikan apabila MA memutuskan bahwa Wilmar tidak bersalah, namun akan dirampas negara jika Wilmar terbukti bersalah.
Penyitaan uang sebesar Rp11,8 triliun terkait kasus korupsi persetujuan ekspor CPO minyak kelapa sawit periode 2021-2022 dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Pengembalian kerugian keuangan negara dari tersangka korporasi Wilmar Group dilakukan sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh JPU terhadap Wilmar Group dalam kasus tersebut. Uang tersebut diterima dari lima korporasi yang merupakan anak usaha Wilmar, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.