Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk tidak membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu pada masa sidang terakhir. Hal ini merupakan keputusan yang diambil tanpa terburu-buru untuk memastikan proses pembahasan RUU tersebut berjalan dengan baik. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa pembahasan RUU Pemilu atau yang dikenal sebagai RUU Politik Omnibus Law masih dalam tahap pembicaraan informal antar fraksi di DPR. Menurutnya, pengambilan keputusan terkait rekayasa konstitusional pada syarat-syarat pencalonan presiden perlu dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan berbagai pihak serta ahli yang terkait.
DPR ingin memastikan bahwa proses pembahasan RUU Pemilu dilakukan secara cermat dan hati-hati mengingat dampak signifikan yang bisa timbul dari perubahan aturan politik elektoral. Hal ini juga berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat ambang batas pada pemilu dan pilkada. MK dalam putusannya mengubah beberapa aturan terkait syarat ambang batas pencalonan kepala daerah dan presiden. Perubahan ini juga mengharuskan adanya rekayasa konstitusional untuk menghindari peningkatan jumlah calon presiden yang terlalu banyak.
Keputusan MK juga memengaruhi penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah yang dipisahkan dengan jeda waktu tertentu. Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, kepala, dan wakil daerah. Semua keputusan dan perubahan aturan ini merupakan bagian dari proses demokrasi yang harus dijalani dengan hati-hati dan mempertimbangkan segala konsekuensinya.